Tuesday, February 7, 2012

Sejarah Singkat Pemerintahan TURIKALE - Bagian 1



Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa dalam perjalanan sejarahnya, Turikale dipimpin oleh 8 orang Kepala Pemerintahan Adat, yaitu sejak tahun 1796 sampai 1963

Sebagai penghargaan dan penghormatan kepada mereka maka pada kesempatan ini akan diuraikan secara singkat sejarah masing-masing kepala pemerintahan (karaeng) serta sekilas tentang silsilah keluarganya, sebagai berikut :

I.  I LAMO DAENG NGIRI (1796 - 1831)


Seperti tercatat di depan, bahwa Beliau inilah yang pertama-tama memperoklamirkan berdirinya Turikale sebagai sebuah daerah otonom yang berpemerintahan adat. Wilayah Turikale ini adalah warisan dari kakeknya I Mappibare Daeng Mangiri, putera dari I Mappau’rangi Karaeng Boddia Sultan Sirajuddin Raja Gowa/Tallo, yang membuka Turikale sebagai daerah pemukiman yang berkembang dengan pesat.

I Lamo Daeng Ngiri dalam mengendalikan pemerintahan bergelar I Daeng ri Turikale, gelar yang dipilihnya sendiri sebagai bukti bahwa Turikale ketika awal berdirinya menempatkan diri pemimpinnya tidak kaku dan absolut/otoriter.

Beliau adalah putera dari I Daeng Silassa dan ibunya bernama I Habiba Daeng Matasa. Dari perkawinannya dengan I Daeng Sibollo, Beliau tidak dianugerahi keturunan sehingga yang menggantikan kedudukannya adalah Muhammad Yunus Daeng Mumang, putera dari adik perempuannya I Tate Daeng Masiang yang diperistrikan oleh I Sulaimana Daeng Massikki Karaeng Simbang.

I Lamo Daeng Ngiri yang pertama kali mendirikan secara otonom Lembaga Ke-Kadhi-an di Maros, tepatnya pada tahun 1815, ketika Sayyid Amrullah Daeng Mambani diangkat sebagai Kadhi Maros berkedudukan di Labuan (Turikale) dengan wilayah fungsi seluruh daerah adat di Wilayah Maros. Ke-Kadhi-an ini adalah kesinambungan dari Kadhi Bontoala Kerajaan Gowa.

Pada tahun 1831, I Lamo Daeng Ngiri kembali keharibaan Sang Khalik dan sebagaimana dituliskan di depan penggantinya adalah :


II.   MUHAMMAD YUNUS DAENG MUMANG (1831 - 1859)

Dalam mengendalikan pemerintahan Muhammad Yunus Daeng Mumang tetap bergelar I Daeng ri Turikale. Ciri Beliau dalam mengendalikan pemerintahan tetap mengikuti ciri yang ditunjukkan oleh pamannya I Lamo Daeng Ngiri.

Dalam masa pemerintahannya lah pertama kali Masjid Turikale dibangun meski dalam bentuk yang sangat sederhana sekaligus diresmikan berdirinya Lembaga Ke-Imam-an Turikale dengan mengangkat pertama kali sebagai Imam Turikale ialah Syech Muhammad Yusuf Daeng Makkuling, keturunan ke-7 garis laki-laki dari Syech Yusuf Tuanta Salamaka ri Gowa yang memperistrikan puteri Muhammad Yunus Daeng Mumang yang bernama Sitti Habiba Daeng Manurung.

Muhammad Yunus Daeng Mumang memperistrikan I Getteng dan memberi keturunan masing-masing :

1. Sulaimana Daeng Mattara
2. Habiba Daeng Manurung
3. Yadaneng Daeng Rannu
4. Hudaerah Daeng Tayu

Sesungguhnya yang amat pantas untuk menggantikannya ialah putera sulungnya Sulaimana Daeng Mattara, tetapi oleh Beliau hal tersebut tidak direstui menjadi Putera Mahkota sebab prilaku Sulaimana Daeng Mattara menurut penilaian beliau kurang terpuji sehingga oleh Beliau yang diamanahkan untuk menggantikannya ialah keponakannya bernama I Laoemma Daeng Manrapi, putera adiknya I Dolo Daeng Patokkong Petta CorawaliE ri Makuring, yang ketika itu telah menjabat sebagai Karaeng Simbang.

Puteri Muhammad Yunus Daeng Mumang bernama Habiba Daeng Manurung diperistrikan oleh Syech Muhammad Yusuf Dg Makkuling (Imam Turikale I), kelak keturunannya akan senantiasa menjabat sebagai Imam Turikale. Puteri selanjutnya Yadaneng Daeng Rannu diperistrikan oleh Sayyid Tanro Dg Mangawing yang keturunannya sekarang merupakan rumpun keluarga Sayyid yang bertempat tinggal di Tambua Maros Utara. selanjutnya puterinya yang bernama Hudaera Daeng Tayu diperistrikan oleh Jayalangkara Dg Pasila menurunkan keturunan yang saat ini merupakan sebuah keluarga besar di Bontotangnga Tanralili.

Pada masa pemerintahan Muhammad Yunus Daeng Mumang yang menjabat sebagai Kadhi ialah Sayyid Husain Daeng Massese (1856), Sayyid Abdul Rahman Daeng Marewa (1856) dan Sayyid Muhammad Ali Daeng Mangnguluang (1856 – 1889).


III.   LA OEMMA DAENG MANRAPI (1859 - 1872)


La Oemma Daeng Manrapi adalah Kepala Pemerintahan Turikale yang pertama-tama bergelar Regent, sebab ketika naik tahta menggantikan pamannya Muhammad Yunus Daeng Mumang, pemerintah Belanda yang menguasai Sulawesi Selatan mengubah bentuk pemerintahan semua kerajaan lokal di Sulawesi Selatan menjadi Regentschaap yang dikepalai oleh seorang penguasa dengan gelar Regent.

La Oemma Daeng Manrapi adalah putera dari La Dolo Daeng Patokkong Petta CorawaliE ri Makuring Karaeng Simbang VIII (adik kandung Muhammad Yunus Daeng Mumang) Ibundanya bernama I Besse Daeng Kanang (puteri Karaeng Tallasa).

Sebelum La Oemma Daeng Manrapi diangkat sebagai Regent/Karaeng Turikale, beliau telah menduduki tahta Karaeng Simbang IX sejak tahun 1834 sehingga dengan pengangkatannya sebagai Regent Turikale, beliau melebur menjadi satu pemerintahan antara Simbang dan Turikale yang berpusat di Redaberu.

Beliau adalah seorang pengikut fanatik Tarekat Khalwatiah Samman sehingga dalam masa pemerintahannya masyarakat benar-benar hidup dalam nuansa religius yang islami. Beliau beristri dua kali, yang pertama dengan I Bakko Daeng Taunga yang diperistrikannya sebelum memangku jabatan sebagai Karaeng Simbang & Turikale dan yang kedua dijadikannya sebagai permaisuri (karaeng baine) ialah I MaErana Daeng Taugi Puang LoloE, puteri dari I Malarau Daeng Materru Karaengta Allu, dan dari Karaeng Baine-a ini lahir keturunan :

1. Andi Patahuddin Daeng Parumpa (Karaeng Simbang X)
2. Andi Sahada Daeng Ningai

Putera tertua Andi Patahuddin Daeng Parumpa kelak akan memangku jabatan sebagai Sullewatang Turikale dan Karaeng Simbang X, memperistrikan Andi Maemuna Daeng Talele mempunyai keturunan :

1. Andi Sohrah Daeng Masennang
2. Andi Amiruddin Daeng Pasolong (Karaeng Simbang XI)
3. Andi Abdul Rahaman Daeng Mamamngung (Controlleur van Maros)
4. Andi Najamuddin Daeng Marala (Hulp Bestuurs Asisten van Selayar)

sedangkan puterinya Andi Sahada Daeng Ningai diperistrikan oleh Andi Baduddin Daeng Manuntungi (asal Gowa) dan melahirkan keturunan :
1. Andi Lolo Daeng Patobo (Imam Simbang
2. Andi Faharuddin Daeng Sisila (Imam Simbang)
3. Andi Abdullah Daeng Matutu (Karaeng Tanralili)

Pada masa pemerintahan La Oemma Daeng Manrapi yang menjabat sebagai Kadhi ialah Sayyid Muhammad Ali Daeng Mangnguluang dan sebagai Imam adalah Haji Andi Abdullah Daeng Maggading. Setelah Beliau wafat lalu bergelar Karaeng Matinroa ri Bontomuloro, dan digantikan oleh sepupunya.

IV. ANDI SANRIMA DAENG PARUKKA (1872 - 1892)

Beliau naik tahta sebagai Regent/Karaeng Turikale pada tahun 1872 ketika La Oemma Dg Manrapi Wafat dan putera sulungnya Andi Patahuddin Daeng Parumpa masih kanak-kanak, maka Dewan Hadat Turikale menetapkannya sebagai Karaeng Turikale yang baru.

Beliau adalah putera dari I Djipang Daeng Manessa seorang bangsawan Gowa asal Kera-kera. Ibundanya bernama I Radeng Daeng Nigalo (adik kandung Muhammad Yunus Daeng Mumang Karaeng Turikale II).

Ketika Andi Sanrima Daeng Parukka masih berusia remaja menurut riwayat adalah seorang remaja yang bandel, tetapi berkat pembinaan dari kakak sepupunya La Oemma Daeng Manrapi Karaeng Turikale III, beliau lalu mendalami dengan tekun ajaran Islam melalui Tarekat Khalwatiah Samman sehingga dikenal luas sebagai seorang tokoh utama dalam jajaran Tarekat tersebut disamping para Syech Besar yang berkedudukan di Leppakkomai dan Patte’ne.

Dari Syech Abdul Razak Puang Palopo (Syech Murabbi Tarekat Khalwatiah Samman) beliau mendapatkan izin dan padlilah sebagai seorang Chalifah. Atas inisiatif dan prakarsa Beliau Tarekat Khalwatiah Samman disebarluaskan hingga masyarakat awam yang pada awalnya hanya untuk kalangan keluarga bangsawan/raja, atas inisiatif ini yang suatu yang sangat responsif oleh Syech Besar beliau diberi gelar Syech Al-Haj Abdul Qadir Jaelani. Karena kharisma dan kearifan beliau yang demikian agung sehingga, beliau lebih dikenal luas di negeri-negeri luar Turikale sebagai seorang Ulama ketimbang sebagai seorang Umara (Aristokrat/Penguasa).

Andi Sanrima Daeng Parukka pertama kali memperistrikan I Tanra Daeng Tamene Karaengta Sanggiringan, karena tidak dikarunia anak lalu bercerai selanjutnya diperistrikannya Sitti Hawang Daeng Tasabbe yang melahirkan :
1. Andi Palaguna Daeng Marowa (Karaeng Turikale V)
2. Andi Badalang Daeng Te’ne

selanjutnya diperistrikan lagi Andi Mumba Petta Baji, puteri dari Andi Manyandari Daeng Paranreng Karaeng Marusu XII Matinroe ri Campagae, dan melahirkan :

1. Andi Page Daeng Paranreng (Petta Hajji)
2. Andi Duppa Daeng Malewa
3. Andi Gulmania Daeng Baji

seorang lagi istri beliau melahirkan putera bernama Andi Pallanti Daeng Sitoro.

Putera beliau yang tertua Andi Palaguna Daeng Marowa kelak menggantikannya sebagai Karaeng Turikale V, sedangkan puterinya Andi Badalang Daeng Te’ne diperistrikan oleh Andi Radja Daeng Manai Karaeng Bonto. Puteranya Andi Page Daeng Paranreng kelak menjadi Karaeng Imam Turikale (keturunannya diuraikan secara tersendiri pada Bab tentang Imam Turikale). Puteranya lagi Andi Duppa Daeng Malewa adalah ayahanda dari Andi Mardjang Sanrima Daeng Malewa Arung Cenrana XI, sedangkan puterinya Andi Gulmania Daeng Baji diperistrikan oleh Syech Haji Andi Abdullah Daeng Mangatta (Syech Murabbi ke-45 Tarekat Khalwatiah Samman, Putera Syech Haji Abdul Razak Puang Palopo, Syech Murabbi ke-44 Tarekat Khalwatiah Samman).

Ada empat orang Kadhi yang menjabat secara berurutan dalam masa pemerintahannya, yaitu : Sayyid Muhammad Ali Daeng Mangnguluang, (1856-1889), Sayyid Abdul Wahab Daeng Mangngawing (1889), Sayyid Thaha Daeng Mamala (1889) serta Sayyid Ahmad Basri Daeng Paranreng (1889 - 1899). Sedangkan yang menjabat sebagai Imam Turikale ialah Haji Andi Kamarong Daeng Manggauki.

Karena keinginan untuk lebih mengabdikan diri pada pengembangan Tarekat Khalwatiah Samman, maka pada tahun 1892, Beliau mengundurkan diri dan digantikan oleh puteranya Andi Palaguna Daeng Marowa. Beliau wafat pada tahun 1912 dan memperoleh gelar anumerta Puang Karaeng Matinroe ri Masigi’na.


(bersambung)

4 comments:

  1. mantap ! udah mau ngangkat sejarah keluarga turikale

    salam !
    cucu 1 andi nurdin sanrima

    ReplyDelete
  2. Tabe maraja, mohon diralat tahun pemerintahan KaraEng Turikale matinroE ri Bontomuloro'. Beliau tidak memerintah sampai tahun 1872, melainkan tahun 1866. Beliau wafat pada hari Rabu, 21 Jumadil akhir 1288 Hijriyah (1866), yang kemudian digantikan oleh sepupu satu kalinya yakni KaraEng Turikale MatinroE ri masigi'na yang dilantik secara adat pada tahun 1867. tabe,,,

    ReplyDelete
  3. Tabe maraja, pada paragraf yang membahas Tareqat Khalwatiyah Samman yakni Syeikh Abdur Razak Al Bugis Al Buni, tertulis Syech Abdul Razak Puang Palopo,,,ini perlu diralat sebab Haji Palopo adalah sosok lain yang hidup sejaman dengan Syeikh Abdur Razak. Kemudian pada masa pemerintahan KaraEng Turikale III, pusat pengembangan dari Tareqat Khalwatiyah Samman masih di Solojirang Turikale, tepatnya di Kampung Pacelle'. Nanti pada tahun 1893, pada masa pemerintahan KaraEng Turiklae matinroE ri Masigi'na, Syeikh Abdur Razak pindah Ke Leppakkomai yang kemudian menjadi pusat pengembangan tareqat ini. Jadi Turikale menjadi pusat pengembangan Tareqat Khalwatiyah Samman yang pertama di kabupaten Maros, baru kemudian ke Leppakkomai dan kemudian Patte'ne pada masa pemerintahan KaraEng Turikale Syeikh Muhammad Salahuddin ibn Syeikh Abdul Qadir Djailani. Tabe maraja

    ReplyDelete
  4. apa sudah lengkap itu daeng keturunan dg parumpa.

    pakkanna
    pabata
    parukka

    3 di atas apa tdk 1 garis keturunan atau belum pernah dapat referensi tentang mereka.
    tabe daeng infonya

    ReplyDelete